Ketika sebuah keindahan menemukan akhir halamannya
Maka tak ada lagi tempat kosong menuliskan keindahan lain
Jika benar umpamaku yang berkicau itu
Seharusnya ku ambil buku baru ku tuliskan masa indahku yang lain
Tapi ku terlarut
Terlalu menyayangi lembaran-lembaran lalu yang begitu indah
Rasanya terus saja ingin membuka kembali
Membacanya sambil melamun lalu meneteskan mutiara-mutiara air mataku
Aku tak bisa menutupnya begitu saja
Aku memohon pada pemilik buku itu
Aku meminta dan mengemis bersamaan duka yang ku rasa
Aku tak sanggup menjadikan buku itu hanya segumpal kenangan
Menatap lekat mata sang pemilik buku
Meminta lagi..
Memohon lagi
Aku mengemis!!
Namun apa?Buku yang ku cinta
Lembaran-lembaran manis itu
Cerita-cerita yang membawa tawaku terbang
Rusak
Robek
Bersama tumpukan sampah
Terbakar..
Ku tanya kembali 
Mengapa harus kau buat ku seperti ini?
Ia hanya tertawa seperti manusia yang tak punya hati
Kata-katanya isyaratkan aku tak berarti
Sejak dulu
Sejak mulai ku tuliskan tawa bahagia ku
Sejak ku tahan duka lara akibat kerinduan yang ku rasa
Sejak begitu banyak air mata ku terurai
Sejak kata cinta terucap tulus dari sang hati
Aku hanya diam yang terdengar hanya kekecewaanku kini
Tak bisa ungkapkan kemarahan yang berkecamuk
Meronta liar dalam hatiku
Aku segera tersenyum
Membalikkan diri dan berlari
Tubuhku bergoncang hebat ditepian jalan
Begitu hinanya kah aku?
Hingga dengan mudahnya permainan ini kau jalankan bersama hatiku yang mencinta...

Masih teringat suaranya ketika baru saja tersadarkan dari mimpi yang menyeramkan
Lewat deringan lembut aku menggapai suaranya
Terenyuh seketika menfengarkan lantunan nyanyiannya agar terlelap kembali
Larutnya sang malam tak menyurutkan sinar bulan yang ku pandang lewat bilik jendela kecilku
Suaranya masih terdengar jelas..
Tak semerdu alunan melodi
Tapi begitu indah terdengar oleh sang hati
Aku merindukan saat-saat itu
Saat bersamanya
Mungkin tak berhak lagi..
Bahkan tak lagi dapat ku begini merindukannya teramat dalam
Memimpikannya pun aku merasa tak pantas
Bukankah sudah cukup hati yang terbodohi pesonanya?
Mengapa tak urung sang luka mengekang hati
Aku masih bertahan
Masih menangis ketika melalui malam tanpanya
Mengapa?
Bukankah lukanya sudah membuktikan banyak hal?
Bukankah aku sama sekali hanya permainan rongsokkan baginya?
Lepaskan saja
Tolong..
Aku selalu mengemis pada diriku
Tapi ia tak mempunyai belas kasih terhadap raga ku yang letih
Hatiku mengeras, entah kebodohan apa yang merasukinya..

sejenak terdiam
tersesat di kegelapan
menangis tanpa henti
berakhirkah kehidupanku?
bersamaan terhempasnya sang rasa
Hingga menjadi puing-puing yang terinjak
Lukanya takan mengering
Kesedihan menari riang bersama tangisku
Lagi-lagi cinta melukai
Kali ini sungguh dalam
Aku tak bisa beruat apapun
Hanya terdiam nikmati darah yang menetes dari hati
Terjebak dalam duniaku
Aku sendiri
Tak ijinkan siapapun mengisi
Inilah akhir segalanya
Coba saja pungkiri hati yang terluka ini
Nyatanya tak dapat tertutupi
Sakitnya teramat banyak
Merindukan kekasihku yang dulu...


Lembaran cinta yang baru-baru ini ku tuliskan

Membuatku terkisap saat membacanya

Semua tulisanku hanya berisikan namamu

Apa hatiku kini benar-benar memilihmu?

Ya!

Tapi.. Entah..

Ada sesuatu yang mengusik rasaku

Aku ragu akan hadirku yang seolah tak pantas untukmu

Sementara putri-putri lain yang jauh lebih indah dariku

Terus menantimu..

Dan ketika menjalani keindahan bersamamu

Aku juga menyiapkan hati menyambut pisau cinta yang mungkin saja membunuh rasaku kelak

Walau ku yakin pada ketulusanmu

Tapi tetap saja ku tak mau terluka begitu dalam

Hingga rasanya menguras seluruh nafasku seperti yang lalu

Sekali lagi ku pastikan kepercayaanku pada cintamu

Aku hanya ingin tegar ketika ombak menghempasku

Dan ketika badai menghujamku..


 

Aku takut terjatuh saat terbang bersamamu

Dan tak pernah inginkan kehilangan dirimu

Dan rasanya tak pernah ingin melepas genggammu dari tanganku

Mencintaimu

Bahagiaku

Saraf-saraf tubuhku menegang…

Bagaimana caranya ku utarakan maksud hati yang sama?

Aku terlalu terpaku mendengar rasamu

Seperti menari kembali bersama kupu-kupu lain

Aku menerima cinta yang memberiku banyak keindahan

Tanpa henti bibirku mengulas senyum bahagia

Rasanya sudah terlalu lama tak ku rasakan kebahagiaan ini

Walau sedikit kegalauan mengusik hati

Aku memberanikan diri percaya pada rasanya

Takjub ku memandang cahaya sang kumbang

Menerangi kupu-kupu yang sedang tersesat kala malam mencekam dirinya

Kehadiran sang kumbang memberi warna baru pada sayap kupu-kupu malang

Kupu-kupu yang sering merintih kesakitan

Menangis sendiri entah untuk luka yang keberapa kalinya

Tapi tlah berlalu semua keperihan itu

Bersamaan dengan ketulusan sang kumbang

Mengajak kupu-kupu terbang dari kegelapan harinya

Untuk pertama kalinya kupu-kupu itu menyerahkan seluruh rasa tanpa batas pada sosok penyelamatnya

Kini kupu-kupu itu dengan riang mengepakkan sayapnya menarikan pola cinta di udara

Bagaimana ini?

Hatiku mencinta yang tak semestinya ku cinta

Lagi-lagi aku menjatuhkan rasa di keadaan yang salah

Mengapa kau begitu indah?

Hingga sukmamu menyentuh sisi hatiku yang tersulit

Padahal, tlah banyak yang berlalu

Tapi mengapa beda yang ku rasa saat ini?

Dengar aku…

Dengar bisik lirih cintaku

Ia terus memujamu meski ku tahan sekuat yang ku bisa

Aku tak semestinya berharap

Tuhan…

Jangan biarkan ku jatuh cinta pada pangeran itu

Jujur saja, setengah hati tlah jadi miliknya.